Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun
2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan
Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama
Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan
jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni;
bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun
anehnya di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima
dengan welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di
perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di
Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang
berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian
Corner yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya
tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/
27 Maret 2009.
Rector UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar rupiah, di antaranya
Iranian Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang terhadap Islam Sunni, maka barangkali
mau mengingat Allah, mengakui bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan
kesesatan dan penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun
Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah tidak besar
madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai Universitas Muhammadiyah
itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya
buku-buku dari Iran, sedang buku-buku dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun 1995-an.
Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika Menteri Agama yang lalu, dr Tarmidzi Taher,
datang ke kampus Universias Muhammadiyah Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah Hidayatullah
April 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta
(alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red)
Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
1 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua
Muhammadiyah (?). Tampaknya Muhammadiyah ini tidak kapok-kapoknya. Dulu yang
menyambut baik kedatangan aliran sangat sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau
belakangan mengakui kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan
Ahmadiyah. Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh generasi
belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah bersama Muslimin
yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah dibubarkan. Bahkan sebagian orang
Muhammadiyah tampak bersuara membela. Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya, justrunyerempet-nyerempet hal yang
tidak berguna, dan mengandung masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar
Muhammadiyah di Jogjakarta mendatang, akan dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal
dengan mempercayakan sebagai supervisinya kepada sutradara yang sedang bermasalah
dengan Ummat Islam yakni Hanung Bramantyo. Acara itu sebagai berikut:
Menandai kesiapan Kota Jogja menyambut kegiatan akbar itu, 18 Juli mendatang, panitia akan
menggelar pagelaran kolosal Langen Carita dengan tema ”Sumunaring Surya Cahyaning
Nagari”.
Rencananya, gelaran itu akan disajikan di Stadion Mandala Krida dengan melibatkan 3.000
pemain dari beberapa kelompok masyarakat. “Selain siswa-siswa SD, SMP,dan SMA, juga
diikuti ortom Muhammadiyah diantaranya , IRM, IPM, Tapak Suci, Hisbul Wathan, Aisyiyah, NA,
AMM, Pemuda Muhammadiyah,” terang Ketua Pelaksana Kegiatan Herman “Doddy” Isdarmadi.
Masyarakat, lanjut dia, juga akan diundang dalam acara ini. Setidaknya akan ada 60 ribu
audience yang diundang. Kepada peserta diwajibkan berpakaian santri zaman dulu. Dalam
pergelaran itu, akan digambarkan perjalanan Muhammadiyah. Pagelaran ini disutradarai
Harsoyo dengan supervisi Hanung Bramantyo. (Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Sementara itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik kesuksesan film Ayat-ay
2 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
at Cinta
. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan
Ayat-ayat Cinta
mencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena itu, Hanung
pun bergegas membuat film
Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar hutangnya,
dengan membuat film yang turut memperjuangkan tema-tema feminisme yang
content
-nya sejalan dengan materi perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam
bahasa sederhana, Hanung didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung –kalu
berdaya nalar yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film Perempuan Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang
pernah diterbitkan oleh Yayasan Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut
Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia,
Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul
Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan
Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid
yang diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999.
Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran
liberal di kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur penting bagi International
Center for Islam and Pluralism (ICIP). Antara lain donasi yang pernah disalurkan Ford
Foundation kepada ICIP adalah berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$
1,000,000), yang ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent
and adult Muslims in poor communities to continue their secular education
. (Kursus jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan orang Islam dewasa yang
berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama di pondok-pondok pesantren,
juga aktif menyebarkan paham kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah
Syai’i Anwar.
3 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat filmPerempuan Berkalung Sorban ini
adalah mereka yang selama ini aktif membela-bela kesesatan, antara lain Musdah Mulia.
Sebagai aktivis kesetaraan gender, Musdah tidak setuju dengan seruan boikot yang
dikumandangkan Ali Mustafa Yakub. Karena, menurut Musdah, film
Perempuan Berkalung Sorban
justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan mengatas-namakan
agama. (nahimunkar.com,February 10, 2009 8:46 pm admin
Artikel
,Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan
Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta
Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada
orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai
pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar
Shihab ( salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish
Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari,
pengarang tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis
produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan
alawiyin
atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran,
kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni
bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran,
padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid
dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia berpenampilan seakan lemah
lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan
Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada
300-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an
yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan
sebagainya. Di antaranya seperti ditulis MajalahHidayatullah:
4 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan
membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah
yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga
Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan
Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti
disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait
Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di
Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di
tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui
penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak
kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di
Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak gereja. (lihat
nahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja, January 15, 2009 3:51 am admin
Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H, al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat
Masjid At-Taqwa di Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan akan
diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu menghadirkan
seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama), Said Agil Siraj. Namun acara itu tetap diselenggarakan
dengan dialihkan ke Keraton Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah
dengan adanya pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari adalah orang
yang tidak mau adanya Haul (peringatan tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf
Hasyim) putera Hasyim Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya
(Hasyim Asy’ari) memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang, generasi belakangan,
justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan berbau-bau Syi’ah lagi. Ini mestinya
dari kalangan NU perlu meluruskannya kembali, agar tidak semakin kebablasan. Yakni bid’ah
plus aliran sesat, itu saja Syi’ah ini adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi Ulama Sunni,
menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di
5 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Indonesia justru lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah
mendirikan Iranian Corner di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya
yang justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak mengais-ngais
proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah bahwa ada tradisi-tradisi NU yang
dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Semoga Allah menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin menegakkan agama-Nya yang bersifat
memberantas kesesatan, apalagi induk kesesatan yang membenci kebenaran. Dan semoga
Allah menghindarkan Muslimin yang teguh dari aneka bujukan dan rayuan para penyesat yang
kini di Indonesia merasa mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI, perguruan
tinggi Islam, ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya. [nm/syiahindonesia.com]
6 / 6
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun
2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan
Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama
Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan
jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni;
bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun
anehnya di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima
dengan welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di
perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di
Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang
berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian
Corner yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya
tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/
27 Maret 2009.
Rector UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar rupiah, di antaranya
Iranian Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang terhadap Islam Sunni, maka barangkali
mau mengingat Allah, mengakui bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan
kesesatan dan penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun
Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah tidak besar
madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai Universitas Muhammadiyah
itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya
buku-buku dari Iran, sedang buku-buku dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun 1995-an.
Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika Menteri Agama yang lalu, dr Tarmidzi Taher,
datang ke kampus Universias Muhammadiyah Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah Hidayatullah
April 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta
(alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red)
Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
1 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua
Muhammadiyah (?). Tampaknya Muhammadiyah ini tidak kapok-kapoknya. Dulu yang
menyambut baik kedatangan aliran sangat sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau
belakangan mengakui kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan
Ahmadiyah. Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh generasi
belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah bersama Muslimin
yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah dibubarkan. Bahkan sebagian orang
Muhammadiyah tampak bersuara membela. Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya, justrunyerempet-nyerempet hal yang
tidak berguna, dan mengandung masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar
Muhammadiyah di Jogjakarta mendatang, akan dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal
dengan mempercayakan sebagai supervisinya kepada sutradara yang sedang bermasalah
dengan Ummat Islam yakni Hanung Bramantyo. Acara itu sebagai berikut:
Menandai kesiapan Kota Jogja menyambut kegiatan akbar itu, 18 Juli mendatang, panitia akan
menggelar pagelaran kolosal Langen Carita dengan tema ”Sumunaring Surya Cahyaning
Nagari”.
Rencananya, gelaran itu akan disajikan di Stadion Mandala Krida dengan melibatkan 3.000
pemain dari beberapa kelompok masyarakat. “Selain siswa-siswa SD, SMP,dan SMA, juga
diikuti ortom Muhammadiyah diantaranya , IRM, IPM, Tapak Suci, Hisbul Wathan, Aisyiyah, NA,
AMM, Pemuda Muhammadiyah,” terang Ketua Pelaksana Kegiatan Herman “Doddy” Isdarmadi.
Masyarakat, lanjut dia, juga akan diundang dalam acara ini. Setidaknya akan ada 60 ribu
audience yang diundang. Kepada peserta diwajibkan berpakaian santri zaman dulu. Dalam
pergelaran itu, akan digambarkan perjalanan Muhammadiyah. Pagelaran ini disutradarai
Harsoyo dengan supervisi Hanung Bramantyo. (Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Sementara itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik kesuksesan film Ayat-ay
2 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
at Cinta
. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan
Ayat-ayat Cinta
mencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena itu, Hanung
pun bergegas membuat film
Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar hutangnya,
dengan membuat film yang turut memperjuangkan tema-tema feminisme yang
content
-nya sejalan dengan materi perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam
bahasa sederhana, Hanung didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung –kalu
berdaya nalar yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film Perempuan Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang
pernah diterbitkan oleh Yayasan Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut
Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia,
Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul
Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan
Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid
yang diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999.
Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran
liberal di kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur penting bagi International
Center for Islam and Pluralism (ICIP). Antara lain donasi yang pernah disalurkan Ford
Foundation kepada ICIP adalah berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$
1,000,000), yang ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent
and adult Muslims in poor communities to continue their secular education
. (Kursus jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan orang Islam dewasa yang
berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama di pondok-pondok pesantren,
juga aktif menyebarkan paham kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah
Syai’i Anwar.
3 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat filmPerempuan Berkalung Sorban ini
adalah mereka yang selama ini aktif membela-bela kesesatan, antara lain Musdah Mulia.
Sebagai aktivis kesetaraan gender, Musdah tidak setuju dengan seruan boikot yang
dikumandangkan Ali Mustafa Yakub. Karena, menurut Musdah, film
Perempuan Berkalung Sorban
justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan mengatas-namakan
agama. (nahimunkar.com,February 10, 2009 8:46 pm admin
Artikel
,Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan
Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta
Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada
orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai
pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar
Shihab ( salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish
Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari,
pengarang tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis
produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan
alawiyin
atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran,
kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni
bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran,
padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid
dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia berpenampilan seakan lemah
lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan
Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada
300-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an
yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan
sebagainya. Di antaranya seperti ditulis MajalahHidayatullah:
4 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan
membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah
yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga
Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan
Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti
disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait
Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di
Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di
tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui
penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak
kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di
Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak gereja. (lihat
nahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja, January 15, 2009 3:51 am admin
Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H, al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat
Masjid At-Taqwa di Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan akan
diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu menghadirkan
seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama), Said Agil Siraj. Namun acara itu tetap diselenggarakan
dengan dialihkan ke Keraton Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah
dengan adanya pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari adalah orang
yang tidak mau adanya Haul (peringatan tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf
Hasyim) putera Hasyim Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya
(Hasyim Asy’ari) memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang, generasi belakangan,
justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan berbau-bau Syi’ah lagi. Ini mestinya
dari kalangan NU perlu meluruskannya kembali, agar tidak semakin kebablasan. Yakni bid’ah
plus aliran sesat, itu saja Syi’ah ini adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi Ulama Sunni,
menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di
5 / 6
Perkembangan Syiah di Indonesia
Ditulis oleh Redaksi
Senin, 21 April 2008 11:04 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 13 Maret 2011 07:45
Indonesia justru lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah
mendirikan Iranian Corner di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya
yang justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak mengais-ngais
proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah bahwa ada tradisi-tradisi NU yang
dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Semoga Allah menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin menegakkan agama-Nya yang bersifat
memberantas kesesatan, apalagi induk kesesatan yang membenci kebenaran. Dan semoga
Allah menghindarkan Muslimin yang teguh dari aneka bujukan dan rayuan para penyesat yang
kini di Indonesia merasa mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI, perguruan
tinggi Islam, ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya. [nm/syiahindonesia.com]
6 / 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar